Serial Surel: Guru Menulis Terbaik

Namaku Ria.

 

Aku punya mimpi ingin menjadi seorang penulis. Bukan hanya menjadikannya sebagai hobi semata, namun aku ingin menjadikan tulisan tersebut sebagai media penyalur inspirasiku kepada orang lain. Aku beberapa kali ikut lomba namun belum juga menang. Lalu, ada sebuah lomba tahun lalu. Aku mengirimkan tweet ke Dee, menanyakan mengenai membuat cerita yang menarik. Tak lama, Dee pun membalas.

 

Seharian aku merenungi nasehat Dee, lalu jadilah sebuah novelet yang aku buat dalam kurun waktu seminggu.Aku tidak berharap bisa menang, namun ceritaku akhirnya masuk ke sepuluh besar dan dibukukan secara indie. Dari sana aku coba mengikuti lomba, namun masih gagal.

 

Harapanku, aku bisa membuat sebuah novel yang dipajang di toko buku, yang disukai oleh pembaca, yang ramai dibicarakan karena kisah dan konflik yang bagus. Namun, ada beberapa hal yang masih aku bingungkan.

 

Bagaimana membuat sebuah kisah yang bagus?

 

Bagaimana mengembangkan ide yang menarik, yang tidak mudah ditebak, yang membuat pembaca tidak ingin berhentiΒ  untuk membacanya?

 

Bagaimana membuat kata demi kata yang menarik, yang lugas, dan membuat pembaca memahaminya?

 

Bagaimana cara mengemas cerita menjadi luar biasa?

 

Jawaban Dee sangat penting buat saya.

 

Ria yang baik,

 

Saya tidak pernah punya kesempatan menanyakan pertanyaan-pertanyaan semacam itu kepada siapa pun dan akibatnya saya tidak memegang kunci jawaban. Bukan berarti saya tidak pernah mempertanyakannya, bahkan hingga kini, pertanyaan-pertanyaan semacam itu sesekali masih mampir. Namun, begini kira-kira yang saya lakukan untuk menjawab: saya menulis apa yang menurut saya bagus.

 

Saya memilih untuk mengisahkan kisah yang menurut saya menarik. Saya menyusun kalimat yang menurut saya enak didengar, nyaman diucap, dan jelas maksudnya. Saya menyusun cerita sedemikian rupa yang menurut saya seru, bukan supaya sulit ditebak karena seringkali saya tidak punya energi untuk berteka-teki (cerita yang bagus tidak berarti selalu sulit ditebak dan cerita yang bisa ditebak tidak selalu buruk).

 

Jika kamu teliti uraian saya di atas, kamu akan menemukan sebuah benang merah: saya tidak memikirkan orang lain. Semua yang menjadi acuan adalah apa yang menurut saya bagus. Tentunya, apa yang menurut saya bagus bisa jadi berbeda dengan orang lain. Karena itulah saya tidak bisa menjawab pertanyaanmu.

 

Ini mungkin terdengar menyebalkan, tapi semua pertanyaanmu tadi harus menjadi pencarianmu sendiri. Hanya kamulah yang bisa menjawabnya.

Ajukan pertanyaan-pertanyaan itu ketika kamu membaca buku. Temukan apa yang kamu suka, dan yang tak kalah pentingnya, apa yang kamu tidak suka dari sebuah buku. Di situlah kamu akan menemukan jawabanmu.

 

Kita membaca untuk terhibur, untuk tersesat dalam sebuah cerita. Namun, bacalah juga dengan rasa ingin tahu. Bacalah dengan rasa ingin belajar. Maka buku-buku itu akan membuka misterinya kepadamu.

 

Kalau saja semua pertanyaanmu itu bisa dijawab dengan mudah lewat satu surel, saya rasa tidak akan ada lagi buku “jelek” di dunia ini. Kenyataannya, dari kali pertama sejarah penerbitan buku dimulai hingga hari ini, buku jelek selalu ada dan buku bagus selalu ada, dan selalu ada perbedaan pendapat mengenai mana buku yang dibilang bagus dan mana yang jelek. Biarkanlah dunia berbeda pendapat. Kamu cukup kembali kepada apa yang menurutmu baik dan menarik. Tidak menang lomba bukan berarti kamu bukan penulis yang bagus. Menang lomba pun bukan berarti kamu akan jadi penulis yang teruji.

 

Teknik menulis memang ada dan itu bisa dipelajari. Kalimat yang sesuai EYD dan tidak pun bisa dibedakan dengan mudah. Tapi, sekalipun saya bisa memberikan setumpuk materi teknis, belum tentu pertanyaanmu bisa terjawab. Karena pertanyaanmu pada hakikatnya hanya bisa dijawab oleh pengalaman, uji coba berulang-ulang, dan jam terbang.

 

Jadi, jika ada satu hal yang bisa saya sarankan kepadamu saat ini adalah: jangan berhenti. Selama kamu masih punya mimpi itu — pergi ke rak buku dan menemukan novelmu dipajang di sana — cobalah menulis terus. Saya menulis cerita fiksi pertama saya pada umur 9 tahun, dan baru pada ulang tahun ke-25 saya menerbitkan buku pertama kali. Semoga fakta itu sedikit menghiburmu.

 

Jika ada kesempatan, ikut workshop menulis bisa membantu mempercepat proses belajarmu. Kalau ada buku tentang teknis menulis yang bisa kamu dapatkan, pelajarilah. Namun, yang lebih penting adalah membaca dengan semangat belajar dan temukan apa yang kamu SUKA dan TIDAK SUKA dari sebuah buku. Sejauh ini, itulah guru yang terbaik.

 

~ D ~

 

30 Comments

  • Joselito Poulli

    06.08.2015 at 22:02

    Selamat siang, saya adalah penggemar berat bu Dee lestari, banyak karya2 ibu yang saya kagumi namun yang paling menarik perhatian saya adalah Filosofi Kopi.

    Professi saya adalah stand up comedian yg mencoba beralih menjadi seorang penulis.

    Saya telah menerbitkan 1 novel bergenre komedi dengan judul Remaja 1/2 opa, bekerja sama dengaa penerbit imania (mizan group)

    setelah saya membaca buku Filsofi Kopi, saya menjadi sangat tertarik sekali dengan Prosa

    Saya mempelajarinya darimana-mana. Mulai dari browsing hingga buku sastra di Perpus Nasional.

    Tapi pencarian saya sepertinya masih kurang, tak elok rasanya jika tidak menanyakan hal ini kepada ibu Dee Lestari.

    Jika ibu berkenan maukah ibu menjawab pertanyaan saya sbg berikut:

    Saya membaca dimana-mana dan hampir semuanya menyatakan bahwa prosa berasal dari sebuah puisi

    Apakah semua prosa harus berasal dari puisi?

    Apakah prosa harus memiliki bunyi yg sama seperti diawal kalimat?

    Contoh: menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi.
    Filosofi Kopi

    Apakah ada batasan panjang juga dalam penulisan?

    Apa yang dihindari dalam pembuatan prosa?

    Dan mungkin sedikit tips bagi saya penulis baru.

    Terima kasih πŸ™‚

  • Gisela Anindita

    22.07.2015 at 23:52

    Mba dee,
    aku bermasalah dengan bagaimana memulai sebuah cerita.
    Saya mau menulis cerita pendek.
    Tapi saya bingung untuk memilih awal ceritanya.

    Thx

  • INFORMASI SEPUTAR GADGET

    11.03.2015 at 03:40

    jujur dan nikmati pencarianmu, jangan memaksakan sesuatu untuk ditulis, tapi tulislah sesuatu bila β€˜dia’ memang ingin ditulis. dan jangan berani-berani kau mengoreksi kejujuran β€˜dia’, bila kau lakukan itu, tulisanmu hanya akan menjadi sampah, dan kau akan sulit menemukannya kembali.

  • diah ayu kusuma

    09.02.2015 at 15:04

    Punya imaginasi lebih itu anugrah bukan kak dee,,,tidak banyak yg bisa seperti demikian

  • ayii

    30.12.2014 at 22:23

    mbaak dee .kenalin
    nama saya ayii.

    sudah lama sekali saya tidak menulis. namun setelah membaca supernova, hati saya tergerak kembali. 2 minggu ini saya memulai lagi. di tengah perjalanan saya mendapatkan kesulitan yang bagi saya akan menjadi kendala paling besar. yaitu kosakata yang sering berulang. saya menyadari saya masih kurang dalam kosakata. tolong dong mbak dee kasih saran nya. apa yang harus saya pelajari dan apa yang harus ketahui. agar kesulitan itu bisa terselesaikan. ide aaya begitu banyak. namun entah kenapa ketika menuangkan ny terasa begitu sulit.

    • Dee Lestari

      11.03.2015 at 09:25

      Hai Ayii,

      Kalau problemnya kosa kata, menurut saya solusinya satu yakni banyak membaca. Buku-buku sastra biasanya banyak menggunakan kosa kata yang kaya. Miliki juga KBBI dan Kamus Sinonim untuk mencari alternatif kata (ada versi online juga, silakan di-gugel). Menurut saya, di draf awal nggak usah terlalu pusing soal kosa kata, yang penting cerita bergerak dan tamat. Nanti pas editing, kamu bisa mengecek kosa kata kamu yang sering berulang dan mencari gantinya. Menulis memang pekerjaan crafting yang butuh ketekunan. Jangan langsung merasa tulisanmu adalah final. Pasti akan ada proses rewriting, dan biasanya penghalusan terjadi di proses ini.

      • R. Dusty Thomas

        02.08.2015 at 07:11

        Makasih, Mbak Dee. Saya akhirnya mendapat aplikasi itu – Kosakata. Inilah yang selama ini saya cari-cari karena saya kesusahan mencari kata-kata yang, ya, indah seperti majas (mungkin).

  • Lukman S Rochim

    30.12.2014 at 20:58

    keren banget mbak dee…. saya pengen jadi penulis hebat seperti mbak… salam dariku di Sidoarjo

  • Someone inside

    17.12.2014 at 13:37

    Ria,

    memikirkan apa yang disenangi/ tidak oleh banyak orang adalah pemikiran yang mengekangmu untuk mencipta, karena sekalinya kau berbuat demikian, tujuanmu hanya satu : Uang. apapun ‘hulunya’ kau tak akan bisa mencipta tulisan yang berdenyut dengan uang. saya katakan padamu, tak ada benda yang lebih hina dari uang. anehnya manusia memujanya.
    Menulis seperti proses pencarian ‘diri’. karena itu seorang penulis adalah pengembara, orang yang berani dikatakan ‘gila’ sekaligus ‘cerdas’, yang lepas dari ikatan ‘kebanyakan orang’
    jujur dan nikmati pencarianmu, jangan memaksakan sesuatu untuk ditulis, tapi tulislah sesuatu bila ‘dia’ memang ingin ditulis. dan jangan berani-berani kau mengoreksi kejujuran ‘dia’, bila kau lakukan itu, tulisanmu hanya akan menjadi sampah, dan kau akan sulit menemukannya kembali.
    bukan karena manusia tercipta dengan ‘batas’ menjadikan ia berhenti seakan ia mengerti hal itu. disadari atau tidak, manusia satu-satunya makhluk yang diciptakan ‘tak terbatas’. karena itulah ia tak akan bisa menemukan batasannya.
    jadi bahagiakan dirimu untuk hal itu.

    tulisan, bisa mengubah apa yang mungkin saat ini belum terlintas dalam otak manusia.

    beranikan dirimu untuk menjadi lebih dari sekedar seorang manusia. karena potensi kita bahkan bisa ‘menciptakan’ seorang manusia seperti kalian, seperti aku.

    – you –

  • Taufik Adnan Harahap

    16.12.2014 at 17:24

    jawaban nya buat nyaman kak dee, sekarang aku lagi belajar dan fokus buat ngirim naskah ke salah satu penerbit kak. Semoga bisa nyusul kayak kakak πŸ˜€

  • rifani d. rafsyanjani

    15.12.2014 at 16:10

    saya hampir menangis. untuk umur saya yang masih belia, memang sudah “wayahna” saya masih mencari apa yang saya inginkan. dan jawaban Budee menguatkan apa yang benar-benar saya mau. pasti akan sulit. tapi saya tidak akan terus berhenti. semoga Budee menyelipkan sekian persen untuk kami para penulis awam dalam setiap doa Budee. sehat selalu Budee!

  • Jessica S. Muthmaina

    13.12.2014 at 19:33

    bismillahirrahmanirrahim.

    Salam Ibu Guru menulis.
    Saya pelajar 14 tahun, entah memang pengaruh lingkungan atau gen, saya terlahir untuk menyukai hal-hal yang tidak teman-teman saya senangi; Filsafat, Fisika modern, Astronomi, musik, hujan, kopi, teh, buku, politikpun tak terlewatkan. Bahkan buku (lebih tepatnya novel) pertama yang saya baca itu adalah The Minds of Billy Milligan dan Charlie nya Daniel Keyes milik kakak saya saat saya masih kelas 6 SD, dulu buku pelajaran saja jarang dibaca, ulangan pun hanya melihat latihan. Saya sempat heran bisa membaca kedua buku tsb sampai tuntas bahkan diulang.

    Dulu saya hanya suka membaca buku terjemahan, tapi ada satu hal yang membuat sekarang saya lebih menyukai karya sastra anak bangsa. Ketika itu saya membaca buku Supernova (KPBJ) nya mbak dee yang saya temukan di bawah komputer usang milik ayah. Awalnya membaca sinopsis saja sudah rumit, tapi sehari kemudian saya berniat untuk membaca dan googling banyak hal baru yang saya dapat. Mungkin karna asli dari penulisnya saya sangat merasakan dan menyukai tiap kata yang di sampaikan mbak dee dalam buku itu.
    Menyukai suatu hal yang rumit ternyata mudah. sangat senang karna buku mbak dee menjadi awal saya ketertarikan saya terhadap dunia sastra bahkan filsafat

    Hal baru sempat terbenak, mungkin menulis bisa menjadi hobby baru saya. Tapi sayang, semua itu hanya menjadi konsep saja. Semua sudah tertata rapi, semuanya, dari awal hingga akhir, konflik, alur nya yang rumit. Saya sangat kesal, realisasinya hanya satu page saja. Saya masih bingung masalah yang terjadi apa. Mungkin mbak dee bisa membantu. Terimakasih.

  • Renaiizumi

    07.12.2014 at 08:06

    Mbak Dewi yang baik,
    Anda sangat menginspirasi saya untuk menjadi penulis, ah bukan..tapi tulisan anda menjadi mentor tersendiri buat saya belajar menulis. Terimakasih tak terhingga sudah melahirkan #serialsupernova. πŸ™‚

  • Rifka A.Y.

    06.12.2014 at 23:03

    Saya telah menerapkan “saya tidak memikirkan orang lain” atau “saya menulis buku yang ingin saya baca” dan hasilnya luar biasa πŸ˜€ *kayak iklan obat aja* Pikiran jadi lebih tenang dan menulis jadi lebih bebas, karena kita tidak terbebani ekspetasi dari sendiri dan ketakutan akan apa yang akan dipikirkan orang lain.

    • Dee

      07.12.2014 at 12:48

      Great! Good to know! Terus menulis yaaa…

  • Nugroho Adi Pramono

    06.12.2014 at 10:33

    sementara, nge-blog dulu aja, kalo sudah banyak tulisan, kumpulkan jadi semacam…eh.. “kumpulan cerita”, sambil di-edit, biasanya setelah di-fermentasi beberapa bulan, saat kita baca lagi kita akan lihat beberapa kelemahan tulisan kita, πŸ™‚

  • Thobi Yeverson Alexander Ora

    04.12.2014 at 18:21

    Salam Ibu Dee,,
    saya sedang berlatih menulis puisi dan prosa,,, apa Ibu Dee bisa memberikan komentar dan nilai terhadap puisi dan prosa yang saya buat. Kalo boleh, kemana saya kirimkan puisi dan prosa tersebut.
    Terimakasiih
    Salam Hormat, Salam Pertama

    Thobi

  • Eric Hutapea

    03.12.2014 at 21:28

    Namboru dee, sering kali saat menulis, pikiran kita sudah mengatur awal sampai akhir yang kita tulis, tapi terkadang saat ditengah, ada pikiran baru muncul dan menggeser apa yg sudah di otak. Apakah hal ini pernah terjadi pada dee?? Atau dee sudah mempresdiksi imajinasi di awal akan menjadi imajinasi yg fix in the end of the book, thanks for respon or not, hehehehehe

  • Lusy

    02.12.2014 at 15:20

    Hai Dee.. saya pikir kamu itu a kind of genius writer. Pintar menulis saja, saya yakin tidak akan menghasilkan Supernova.
    Memang selalu ada hal yang tidak bisa di-copy dari seorang penulis hebat yang bisa menghasilkan buku laris dan sequel bukunya dinanti bertahun-tahun.
    Di Supernova sendiri, saya bisa merasakan kekayaan cara pandang Dee dalam banyak sisi kehidupan.. belum lagi soal riset yang mendalam, networking yang luas dan wawasan terhadap berbagai keilmuan.
    Rasanya memang inti dalam menulis adalah harus belajar banyak hal, agar dapat materi cerita yang hebat.
    Teori dan skill menulis bisa dipelajari.. tapi mata ketiga dalam melihat sesuatu untuk di-sharingkan itu yang harus dihidupi..
    terus berjaya Dee..

  • disa dewanti

    02.12.2014 at 14:37

    bagi saya justru jawaban mbak dee penuh substansi,, materi untuk belajar menulis,, bahwa menulis mengalir dari hati, imajinasi yang betul-betul dirasakan, bahkan kita bisa menangis ataupun bersedih sendiri saat menulisnya.
    thanks mbak dee..

  • pandhu

    02.12.2014 at 11:39

    “saya tidak memikirkan orang lain. ” jawabannya singkat, namun luas di jabarkan..
    saya setuju jawaban mbak Dee…
    saat pengen menulis kenapa harus memikirkan orang lain? takut ga menarik buat orang lain??
    lha kalo seperti itu..kapan seorang penulis punya karakter dan style sendiri??

  • lusy

    01.12.2014 at 21:39

    Dee, menurut saya, kamu itu jenius. Pintar menulis saja pasti tidak bisa menghasilkan Supernova. Saya juga merasakan cara Dee memaknai hidup di Supernova. Belum lagi riset yg mendalam, networking yang luas dan wawasan tentang beberapa keilmuan. Itulah yang memperkaya tulisan dan membuat sequel sebuah buku ditunggu bertahun-tahun. Teknis menulis hanya teori tapi memang ada hal yang tak bisa dicopy dari seorang penulis hebat.. Memang betul kata Dee, kita hrs pergunakan segala kesempatan utk belajar spy kita juga punya materi cerita yang hebat.. Saya tunggu akhir kisah Alfa dkk Dee…

    • Dee

      02.12.2014 at 18:44

      Bagi saya, Supernova itu memang lebih dari sekadar fiksi. Saya ikut bertumbuh bersama cerita. Saya ikut bertualang dalam cerita. Penelusuran spiritualitas yang saya jalani, saya tuangkan ke dalam Supernova. Terima kasih untuk apresiasinya.

  • Yodhia Antariksa at blog strategi + manajemen

    01.12.2014 at 17:04

    Maaf ya mbak dee. Jawabannya kok agak ngambang ya. Cmiiw.

    Mungkn akan lbh asyik kalau dee cerita proses dee menulis. Behind the scene waktu dee nulis partikel atau madre atau akar.

    Dari proses yg diceritakan dg cukup detil dan ekspansif itu mungkn bisa dpt clue cara menulis yg bagus. Clue. Bukan resep.

    Kisah etnografis dee menulis. Saya tunggu kisahnya. Mungkin kisah ini bisa sama kerennya dg novel2 dee.

    • Dee

      01.12.2014 at 18:02

      Justru itulah. Banyak pertanyaan yang sekilas tampak sederhana, tapi ketika dijawab tidaklah sederhana sama sekali. Kalau kamu amati lebih jeli, pertanyaan Ria sangatlah luas dan tidak teknis (contoh pertanyaan teknis: apa definisi protagonis? apa yang harus dipersiapkan di ACT 1 sebuah cerita? dsb). Otomatis saya juga tidak bisa memberikan jawaban yang teknis. Tapi dalam pertanyaannya tersimpan fondasi dasar menulis yang sangat penting untuk dibahas. Prinsip saya, nggak usah bicara teknis kalau fondasinya sendiri belum dipahami. Dalam #SerialSurel saya menjawab sesuai pertanyaan yang masuk. Kapan-kapan kalau saya tergerak, mungkin saya akan membahas apa yang kamu sebutkan. Tapi sekarang, rasanya energi itu lebih baik saya salurkan untuk melanjutkan Supernova πŸ™‚

  • Adi Setiawan

    01.12.2014 at 16:18

    So great, feel more think less.

  • Lutfiah Umi

    01.12.2014 at 15:40

    Jawaban Mbak Dee menenangkan saya.
    Tapi Mbak, belakangan saya susah sekali menulis fiksi. Karena terlalu sering menulis artikel yang notabene faktual (demi bayaran). Imajinasi saya menguap entah kemana….

    • Dee

      01.12.2014 at 18:03

      Butuh latihan dan pembiasaan πŸ™‚ Kalau otot fiksinya dilatih lagi, nanti terbiasa lagi.

  • M

    01.12.2014 at 14:42

    Jawaban yang menyebalkan tapi tidak bisa lebih benar. Menulis adalah pengalaman. Seperti bermain catur, kita tau pola langkah setiap bidak tapi tanpa pengalaman akan sulit untuk memenangi setiap partai. Perlu pengalaman untuk bisa remis ketika sudah tersudut. Perlu pengalaman untuk bisa menskak mati lawan. Perlu pengalaman untuk bisa membuat perangkap.
    Ah, jadi ngomongin catur πŸ™‚

    Pengetahuan teknis pada akhirnya hanyalah kemampuan yang harus dipoles setiap saat, supaya benar-benar memainkan peranannya, dan itu perlu waktu, dan itu menghasilkan pengalaman.

    Pengalaman. Kamu itu semenyebalkan keringat dan cedera bagi mo farah, atau lebam dan darah bagi cub swanson.

    Selamat jatuh dan bangun. Tersandung dan berlari, para pejuang mimpi.

    Maaf melantur, mbak dee.

    • Dee

      02.12.2014 at 18:45

      Melanturnya asyik, kok πŸ˜‰